Dari Cepu, Energi Beradab Itu Dilahirkan

Suasana Rakernas ADPMET 2025 di Graha Oktana PEM Akamigas Cepu, simbol kebangkitan energi berkeadilan dari daerah

Cepu, Di Mana Migas dan Kesadaran Bertemu

Ada sesuatu yang istimewa setiap kali nama Cepu disebut dalam percakapan energi nasional. Bukan karena ladang minyaknya yang besar — sebab kita tahu, Blora tak lagi jadi produsen utama — melainkan karena di tanah ini, kesadaran energi pernah dilahirkan dan kini tengah dibangkitkan kembali.

Di bawah langit Ledok Sambong yang penuh sejarah, Rakernas ADPMET 2025 menghadirkan 61 delegasi dari 35 daerah penghasil migas dan 26 BUMD. Mereka tak hanya datang untuk rapat kerja, tapi untuk menegaskan hakikat baru energi, bahwa energi bukan hanya tentang minyak dan gas, melainkan tentang manusia, pengetahuan, dan keadilan.


Participating Interest Dari Angka Menjadi Martabat

Sudah terlalu lama Participating Interest (PI) 10% diperlakukan sebagai angka administratif. Padahal ia sejatinya adalah simbol kedaulatan daerah penghasil energi.

“Participating interest 10 persen adalah hak daerah,” tegas Ketua Umum ADPMET, Dr. H. Al Haris, di Graha Oktana PEM Akamigas.

“Kalau dikelola dengan SDM yang kuat, PI akan menjadi mesin kesejahteraan yang berkelanjutan, bukan hanya tambahan PAD.”

Kalimat itu terasa sederhana, tapi punya gema politik dan filosofis yang dalam. Bahwa hak atas energi bukan sekadar soal pembagian hasil, melainkan pengakuan atas kontribusi dan kapasitas daerah.


Dari MoU ke Transformasi Pengetahuan

Karena itu, Rakernas di Cepu tak berhenti pada wacana fiskal.
Langkah besar justru muncul lewat MoU antara ADPMET dan BPSDM ESDM, yang membuka jalan bagi daerah untuk bermitra dengan PEM Akamigas dan PPSDM Migas Cepu.

Inilah babak baru energi nasional, mengikat pengetahuan dengan pengalaman.
Daerah penghasil tak lagi hanya menuntut hak, tapi menyiapkan diri menjadi pelaku energi yang berdaya dan berilmu.

“Cepu bukan hanya tempat sejarah migas, tapi pusat pendidikan energi nasional,” ujar Kepala BPSDM ESDM, Prahoro Yulijanto Nurtjahyo.
“Sudah tepat Rakernas digelar di sini. Semua daerah bisa belajar dan membangun kerja sama.”

Ucapan itu seperti menegaskan bahwa masa depan energi Indonesia tidak akan ditentukan di ruang kantor kementerian, tapi di ruang kuliah, laboratorium, dan bengkel migas tempat anak-anak daerah belajar mengelola sumber dayanya sendiri.


Energi Tak Lagi Tentang Sumber Daya, Tapi Tentang Manusia

Di titik ini, Rakernas Cepu menjadi refleksi bahwa Indonesia sedang memasuki era kesadaran energi baru. Sebuah fase ketika kita mulai memahami bahwa sumber daya alam hanyalah kulit dari energi yang sesungguhnya — yaitu daya cipta manusia.

Cepu, dengan warisan lembaga pendidikan perminyakan tertua di Asia Tenggara, menunjukkan arah itu. Bahwa kedaulatan energi nasional tak bisa diwariskan, tapi harus dipelajari dan diperjuangkan.

Setiap lulusan PEM Akamigas yang kembali ke daerahnya membawa sesuatu yang jauh lebih berharga dari ijazah, yaitu kesadaran bahwa energi adalah tanggung jawab moral.


Keadilan Energi Antara Daerah dan Pusat

Namun, kesadaran itu akan sia-sia jika tak diimbangi dengan kebijakan yang adil.
Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan Participating Interest (PI) 10%) harus diletakkan bukan sebagai “bantuan pusat”, tapi kompensasi moral dan hak ekonomi daerah penghasil.

Bupati Blora, Dr. H. Arief Rohman, dengan lugas menyuarakan keresahan itu,

“Kita ingin keadilan DBH migas di tengah pemotongan TKD 2026. Daerah penghasil tidak boleh terus menanggung beban tanpa mendapatkan hak yang layak.”

Suara Arief bukan keluhan, melainkan manifesto energi dari daerah. Ia mencerminkan kesadaran baru, bahwa keadilan energi bukan milik elite pusat, tapi hasil dari kesepahaman antara mereka yang menggali dan mereka yang mengatur.


Cepu Tempat Ziarah Energi Nasional

Rakernas ADPMET 2025 terasa seperti ziarah energi nasional.
Delegasi dari Tabalong, Bojonegoro, Bangkalan, Penajam Paser Utara, hingga Lampung Timur datang, bukan hanya membawa dokumen, tapi juga membawa suara rakyat di sekitar sumur-sumur minyak.

Mereka duduk bersama di kota kecil yang dulu jadi saksi kolonial menimba minyak dari bumi Jawa, dan kini menjadi tempat bangsa sendiri menimba kesadaran baru bahwa energi harus menyejahterakan manusia, bukan sebaliknya.


Dari Sumur Tua, Lahir Energi yang Muda

Esoknya, peserta Rakernas meninjau sumur-sumur tua di Ledok Sambong, tempat masyarakat masih menimba minyak secara tradisional.
Pemandangan itu mengajarkan pelajaran yang tak akan ditemukan di laporan kementerian: bahwa teknologi mungkin tua, tapi semangatnya tetap muda.

Dan di situlah makna terdalam dari Rakernas Cepu — bukan sekadar forum tahunan, melainkan pengingat bahwa energi sejati tak bisa diciptakan oleh mesin, melainkan oleh manusia yang beradab.

“Dari Cepu, energi tak lagi sekadar bahan bakar. Ia menjadi kesadaran.”