Jalan, Skala Prioritas, dan Masa Depan Cepu Raya

Gubernur Ahmad Luthfi meninjau pembangunan jalan provinsi di Japah, Blora, Jumat (2692025).

Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (Purn) Ahmad Luthfi, datang ke Blora pada Jumat, 26 September 2025. Kehadirannya bukan sekadar kunjungan formalitas. Gubernur meninjau ruas Ngawen–Japah–Todanan, jalur provinsi yang kini sedang diperbaiki. Dari lokasi itulah, Ahmad Luthfi menyampaikan komitmen yang terasa sederhana namun sarat makna, memperkuat konektivitas Jawa Tengah lewat infrastruktur jalan.

“Jangan ucapkan terima kasih ke saya, tapi ke Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya,” ujarnya sambil menoleh ke jajaran teknis. Kalimat itu menegaskan gaya kepemimpinan Luthfi—bukan soal pribadi yang dielu-elukan, melainkan kerja kolektif yang menuntut sinergi.


Jalan sebagai Urat Nadi Jawa Tengah

Dalam keterangan persnya di Japah, Luthfi menekankan bahwa pembangunan jalan provinsi tak bisa dilakukan sekaligus. Ada tahapan, ada prioritas, ada keterbatasan anggaran. Namun yang jelas, orientasinya hanya satu, memperlancar arus barang, jasa, dan mobilitas manusia.

Jalan bukan sekadar aspal dan beton, melainkan urat nadi yang menentukan denyut ekonomi daerah. Itulah kenapa Blora—meski di ujung timur Jawa Tengah—masuk skala prioritas tahun 2025 dengan jatah anggaran hampir Rp 75 miliar. Dari jumlah itu, Rp 45,4 miliar untuk tiga ruas jalan provinsi, sisanya Rp 30 miliar mengalir lewat Banprov untuk memperbaiki lima ruas jalan kabupaten.

Di atas kertas, angka ini cukup besar. Namun pekerjaan rumahnya justru ada pada bagaimana rakyat bisa mengubah jalan itu menjadi sumber penghidupan baru.


Cepu Raya di Persimpangan Jalan

Bagi masyarakat Cepu Raya, pembangunan ini adalah kabar baik. Tapi jangan berhenti di “legawa” menerima. Karena kalau hanya menunggu, jalan akan sekadar menjadi tempat lalu-lalang truk pengangkut hasil bumi atau kendaraan dari luar daerah. Ekonomi rakyat bisa saja tidak beranjak.

Cepu adalah simpul energi, simpul perdagangan, sekaligus simpul perlintasan antardaerah. Dari barat terbuka ke Bojonegoro dan Ngawi, dari timur menuju Rembang, dari utara ke Grobogan, dari selatan langsung ke Randublatung hingga perbatasan Blora–Blitar. Bayangkan jika konektivitas ini betul-betul dimanfaatkan, Cepu Raya bisa menjadi pusat logistik, pasar tani, sekaligus ruang tumbuh UMKM.

Tapi syaratnya satu, rakyat harus ikut mengawal. Jangan biarkan pembangunan hanya berhenti di proyek fisik. Ada kualitas yang mesti dipantau, ada arah kebijakan yang perlu didorong, ada kreativitas ekonomi yang harus lahir dari bawah.


Jalan Sebagai Akses, Bukan Sekadar Lewat

Gubernur Luthfi menegaskan pembangunan jalan adalah proses panjang—bertahap, berlanjut, dan berkelanjutan. Pernyataan ini sejatinya mengingatkan rakyat bahwa jalan hanyalah akses, bukan tujuan akhir. Tujuan akhirnya adalah kesejahteraan.

Pertanyaan kritisnya, apakah rakyat siap memanfaatkan akses ini? Ataukah hanya menjadi penonton ketika jalur-jalur baru dibuka, sementara ekonomi lokal tetap jalan di tempat?

Cepu Raya memiliki modal sosial yang besar, petani dengan sawah luas, pekerja energi yang terbiasa disiplin, pedagang yang terbiasa lintas batas. Jalan bisa menjahit semua itu jika masyarakat sadar untuk bersatu, mengorganisasi diri, dan memanfaatkan momentum.


Jalan Menuju Kesadaran Baru

Kunjungan Gubernur Ahmad Luthfi ke Blora hanyalah potret kecil dari kerja besar Jawa Tengah. Gubernur membawa pesan yang harus dibaca lebih jauh, pembangunan jalan bukan hadiah, melainkan kesempatan.

Kesempatan untuk rakyat Cepu Raya agar keluar dari mentalitas menunggu, menuju sikap mengawal, mengolah, dan memanfaatkan. Karena jalan yang dibangun dengan miliaran rupiah uang rakyat ini sejatinya adalah jalan menuju kesadaran baru, bahwa kesejahteraan tidak datang dari proyek semata, tapi dari bagaimana rakyat menghidupi jalan itu dengan kerja kolektif.