Dari Karitas ke Akurasi, Evolusi Lembaga Zakat di Era DTSEN
Zakat dan Paradigma Lama yang Mulai Retak
Selama ini, zakat sering dipahami sebagai laku empati, memberi karena kasihan, membantu karena iba. Pola pikir itu memang luhur, tapi perlahan tak lagi cukup di tengah masyarakat yang makin kompleks.
Kebaikan yang tidak diatur sering berubah menjadi karitas yang tidak akurat.
Lembaga zakat lalu dihadapkan pada dilema, apakah akan terus bertumpu pada niat baik, atau mulai bergerak menuju tata kelola berbasis data?
Pertanyaan ini bukan sekadar administratif, tapi moralitas baru dalam pengelolaan keadilan sosial.
Munculnya Kesadaran Baru, Zakat dan Data
Kesadaran itu kini mulai tumbuh di banyak daerah.
Salah satu contohnya datang dari Baznas Kabupaten Blora, yang mulai menerapkan DTSEN (Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional) sebagai acuan utama dalam menentukan penerima zakat.
Langkah ini tampak sederhana, tapi sejatinya revolusioner. Karena untuk pertama kalinya, lembaga zakat di tingkat kabupaten berani menempatkan data sebagai jantung keputusan moral.
“Kami cocokkan dengan data DTSEN. Kalau masuk kategori tidak mampu, baru disurvei dan ditetapkan layak atau tidaknya,” ujar Ketua Baznas Blora, H. Sutaat.
Inilah pergeseran paradigma itu, dari karitas berbasis emosi menuju empati yang terverifikasi.
Ketika Amanah Menyentuh Akurasi
Dulu, ukuran keberhasilan zakat sering dilihat dari berapa banyak yang terbantu, bukan dari sejauh mana mereka lepas dari kemiskinan.
Sekarang, dengan sistem DTSEN, lembaga zakat bisa melihat kembali siapa yang benar-benar membutuhkan dan bagaimana perubahan kondisinya setelah menerima bantuan.
Baznas Blora menyalurkan 105 paket bantuan usaha produktif, mulai dari peternakan ayam petelur hingga gerobak usaha UMKM, semuanya diseleksi lewat data terverifikasi dan survei lapangan.
Di titik ini, zakat tidak lagi sebatas ritual berbagi, tapi instrumen kebijakan sosial.
Zakat menjadi lebih dari ibadah — ia menjadi mekanisme distribusi kesejahteraan yang berbasis bukti.
Dari Moralitas ke Tata Kelola
Transformasi ini menunjukkan bahwa nilai-nilai keislaman dan sistem pemerintahan modern sebenarnya tidak bertentangan.
Zakat bisa tetap suci secara spiritual, tapi juga disiplin secara administratif.
Kuncinya ada di kesadaran lembaga zakat itu sendiri,
Bahwa amanah bukan hanya soal niat baik, tapi juga soal kemampuan memastikan niat itu sampai ke tempat yang tepat.
Dengan mengacu pada DTSEN, Baznas Blora sedang menegakkan prinsip keadilan sosial dalam bentuk paling rasionalnya,
keadilan yang tidak hanya dirasa benar, tapi juga dibuktikan lewat data.
Data, Ruang Baru bagi Ijtihad Sosial
Sebagian mungkin khawatir, apakah dengan berbasis data, zakat akan kehilangan ruhnya?
Justru sebaliknya. Data bukan pengganti iman, tapi alat bantu agar iman tetap adil.
Ijtihad baru dalam pengelolaan zakat bukan lagi soal perbedaan mazhab, tapi soal ketepatan sasaran dan efektivitas dampak.
Dalam konteks inilah, penggunaan data menjadi wujud ijtihad sosial modern, memadukan nilai spiritual dan kecerdasan teknologi.
Zakat, DTSEN, dan Masa Depan Keadilan Sosial
Jika sistem DTSEN terus dikembangkan, lembaga zakat akan memiliki kemampuan baru, mengukur kemiskinan, memantau keberlanjutan usaha penerima, dan menilai dampak jangka panjang program zakat.
Bayangkan, suatu hari nanti laporan zakat bukan hanya berisi total dana terkumpul dan disalurkan, tapi juga grafik peningkatan pendapatan mustahik atau peta sebaran kesejahteraan pasca intervensi.
Ketika itu terjadi, zakat akan naik kelas —
dari sekadar kegiatan amal menjadi pilar pembangunan sosial berbasis bukti.
Antara Iman dan Infrastruktur Data
Transformasi lembaga zakat di era DTSEN adalah pertemuan dua dunia, iman dan infrastruktur data.
Yang satu berasal dari ruang batin, yang lain dari sistem birokrasi.
Dan ketika keduanya bertemu dalam satu visi — memastikan keadilan sosial — maka di sanalah makna zakat menemukan bentuk terbarunya.
Zakat tidak lagi berhenti pada tangan yang memberi dan tangan yang menerima,
tapi bergerak menuju sistem yang memastikan keduanya saling terhubung dengan adil dan akurat.
Itulah jalan baru zakat,
dari karitas menuju akurasi.
