Asrama SRMA 18 Blora, Antara Sekolah Gratis dan Fenomena Jajan di Pasar Modern
Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 18 Blora hadir sebagai sekolah gratis dengan fasilitas asrama penuh dari negara. Namun, di balik kenyamanan yang sudah disediakan, muncul fenomena menarik, sebagian siswa tetap gemar jajan di pasar modern. Ironi kecil yang sesungguhnya membuka diskusi lebih luas tentang tugas perkembangan remaja usia 15 tahun.
Suasana Asrama
Sejak Juli 2025, 50 siswa angkatan pertama SRMA 18 Blora resmi tinggal di asrama. Kehidupan mereka diatur dalam ritme yang terjadwal, bangun pagi, belajar di kelas, ibadah, makan bersama, hingga kegiatan malam.
Secara umum, suasana asrama memberi banyak manfaat. Anak-anak belajar hidup disiplin, mandiri, dan berbaur dengan teman dari latar belakang ekonomi serupa. Semua kebutuhan pokok ditanggung negara, makan, tempat tinggal, hingga fasilitas belajar.
Fenomena Jajan di Pasar Modern
Meski sudah tersedia makanan di asrama, sebagian siswa tetap memilih keluar sekadar membeli camilan atau minuman di pasar modern. Dari kacamata pihak sekolah, ini menimbulkan dilema, di satu sisi mereka ingin melindungi anak-anak dari pengeluaran yang tidak perlu, di sisi lain melarang terlalu ketat bisa dianggap mengekang hak kemanusiaan siswa.
Fenomena ini menjadi ironi. Sekolah gratis sudah diberikan negara, tetapi pilihan konsumsi anak-anak menunjukkan kecenderungan gaya hidup yang belum tentu sehat atau hemat.
Perspektif Psikologi Perkembangan
Fenomena ini sesungguhnya bisa dijelaskan dengan teori psikologi perkembangan.
-
Erik Erikson menyebut remaja usia 12–18 tahun berada pada tahap Identity vs Role Confusion. Pada fase ini, remaja sedang sibuk mencari identitas diri, termasuk lewat perilaku konsumsi. Jajan di luar bisa jadi cara mereka menunjukkan kemandirian, meskipun tidak selalu rasional.
-
Jean Piaget menempatkan remaja usia 15 tahun pada tahap operasional formal. Artinya, mereka mulai bisa berpikir abstrak dan logis, tetapi belum sepenuhnya matang dalam mengambil keputusan praktis. Itulah mengapa pilihan mereka sering lebih dipengaruhi emosi sesaat atau tekanan teman sebaya daripada pertimbangan jangka panjang.
Dengan kata lain, tindakan keluar asrama untuk jajan bukan sekadar soal lapar, melainkan bagian dari proses pencarian identitas dan uji coba kemandirian.
Refleksi
Hidup di asrama SRMA 18 Blora memang menghadirkan banyak berkah, sekolah gratis, fasilitas memadai, dan kesempatan mengubah masa depan. Namun, fenomena jajan di luar mengingatkan kita bahwa pendidikan bukan hanya soal menyediakan sarana, melainkan juga pembinaan karakter dan pendampingan psikologis.
Remaja perlu diarahkan bukan dengan larangan kaku, tapi lewat edukasi yang membuat mereka paham arti tanggung jawab, pilihan sehat, dan pengelolaan diri. Dengan begitu, SRMA benar-benar bisa menjadi tempat tumbuh bukan hanya cerdas secara akademis, tapi juga matang secara kepribadian.
📌 Liputan pendidikan cepu.or.id : Membaca dinamika kehidupan siswa SRMA 18 Blora.
