Kenapa Kesurupan Lebih Sering Dialami Siswi daripada Siswa? Ini Penjelasan Ahli

Mengapa pelajar putri SRMA 18 Blora lebih potensi kesurupan daripada siswa laki-laki

Dalam kasus kesurupan di SRMA 18 Blora, masyarakat mencatat bahwa sebagian besar yang mengalami adalah siswi. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Cepu, tapi juga kerap muncul di banyak sekolah atau pesantren di Indonesia. Pertanyaannya, kenapa perempuan lebih rentan mengalami kesurupan?


Fakta di Lapangan

Sejak sekolah mulai berjalan, beberapa kali terjadi siswi tiba-tiba jatuh pingsan, menangis histeris, atau berteriak tak terkendali. Sementara siswa laki-laki relatif lebih jarang mengalami.

Warga sekitar buru-buru mengaitkan dengan hal mistis, konon perempuan lebih “peka” terhadap gangguan gaib. Namun, bila ditelusuri dengan kacamata ilmu, ada faktor biologis, psikologis, dan sosial yang bisa menjelaskan.


Faktor Biologis

  1. Sistem Hormonal

    • Remaja putri mengalami perubahan hormon yang fluktuatif, terutama menjelang dan selama menstruasi.

    • Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron bisa memengaruhi mood, tingkat stres, bahkan ambang batas toleransi tubuh terhadap tekanan.

  2. Siklus Tidur & Energi

    • Penelitian menunjukkan remaja perempuan sering mengalami kualitas tidur lebih buruk dibanding laki-laki pada usia SMA. Kurang tidur membuat otak lebih rentan masuk kondisi trance atau disosiasi.

  3. Respons Saraf Otonom

    • Sistem saraf perempuan lebih responsif terhadap stres emosional. Denyut jantung, tekanan darah, hingga pelepasan adrenalin lebih cepat melonjak, sehingga mudah memicu reaksi fisik ekstrem.


Faktor Psikologis

  1. Tahap Perkembangan (Erikson & Piaget)

    • Menurut Erik Erikson, usia 15 adalah fase Identity vs Role Confusion. Remaja putri sering menghadapi dilema identitas, ingin dianggap dewasa, tapi masih emosional.

    • Menurut Piaget, meski sudah masuk tahap operasional formal, kontrol logika mereka belum stabil, sehingga lebih mudah larut dalam sugesti atau tekanan teman sebaya.

  2. Ekspresi Emosi

    • Secara psikologis, perempuan cenderung lebih terbuka mengekspresikan emosi. Saat stres memuncak, ekspresi itu bisa keluar dalam bentuk tangisan, jeritan, hingga kesurupan.

    • Sementara remaja laki-laki cenderung menekan emosi, sehingga gejalanya lebih jarang terlihat.

  3. Efek Sugesti dan “Role Expectation”

    • Kesurupan bisa menyebar lewat sugesti. Karena sudah ada “narasi” bahwa perempuan lebih sering kesurupan, siswi pun lebih rentan terbawa dalam efek kelompok (mass psychogenic illness).


Faktor Sosial & Budaya

  1. Stereotipe Gender

    • Dalam budaya kita, perempuan sering digambarkan lebih “peka” atau “halus perasaan”. Stigma ini membuat masyarakat lebih cepat percaya kalau siswi kesurupan, sementara siswa dianggap “harus kuat”.

  2. Tekanan Sosial

    • Tinggal di asrama berarti harus berbagi ruang pribadi, menahan rindu keluarga, dan beradaptasi dengan aturan baru. Pada siswi, tekanan ini bisa lebih berat karena ekspektasi perilaku mereka juga lebih tinggi (harus sopan, patuh, teratur).


Refleksi

Jadi, kenapa kesurupan lebih sering dialami siswi?

  • Ada faktor biologis, hormon, respons saraf, dan energi.

  • Ada faktor psikologis, pencarian identitas, ekspresi emosi, dan sugesti.

  • Ada faktor sosial budaya, stereotipe gender dan mungkin rasa tertekan hidup di asrama.

Semua faktor ini bertemu, sehingga membuat siswi lebih rentan mengalami fenomena kesurupan dibanding siswa putra.


Bukan Semata-mata Mistis

Fenomena kesurupan di SRMA 18 Blora seharusnya tidak dilihat semata-mata dari kacamata mistis. Ada banyak aspek ilmiah yang bisa menjelaskan, sekaligus membuka ruang untuk solusi yang lebih tepat, pendidikan kesehatan mental, penguatan karakter, serta pendekatan kultural agar warga tetap merasa dihormati.

Pada akhirnya, sekolah bukan hanya soal belajar di kelas, tapi juga soal memahami dunia batin remaja yang sedang bertumbuh.


📌 Liputan pendidikan cepu.or.id : Mengungkap sisi ilmiah di balik fenomena siswi SRMA 18 Blora yang lebih rentan kesurupan.