Fatayat NU Didorong Bupati Blora, Pemberdayaan atau Sekadar Slogan?
Bupati Blora, Dr. H. Arief Rohman, meminta Fatayat NU fokus pada isu perempuan, anak, serta peningkatan ekonomi keluarga. Hal itu ia sampaikan dalam pelantikan PC Fatayat NU Blora dan Cepu periode 2025-2030, Minggu (7/9/2025). Bupati mendorong kerja sama dengan dinas terkait, pelatihan keterampilan ekonomi, hingga pertanian organik. Namun, pertanyaan kritis muncul, apakah semua ini realistis dan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, atau sekadar retorika politik?
Janji Besar, Tantangan Lebih Besar
Dalam pidatonya, Gus Arief mengajak Fatayat NU untuk bermitra dengan pemerintah, menangani isu perempuan dan anak, mencegah pernikahan dini, hingga mendukung ketahanan pangan lewat pertanian organik.
Tapi mari kita jujur, isu perempuan dan anak di Blora tidak bisa selesai dengan MoU atau tanda tangan spanduk aksi saja. Pernikahan dini masih marak, kasus kekerasan perempuan dan anak sering luput penanganan serius, dan akses layanan konseling di desa minim.
Jika Fatayat hanya disibukkan dengan seremoni, kapan mereka bisa benar-benar menyentuh akar masalah di lapangan?
Ekonomi Keluarga, Realistis atau Basa-Basi?
Bupati menyarankan ibu-ibu muda Fatayat meningkatkan ekonomi dengan membuat roti, menjahit, menanam sayuran, lalu menjual produk di Dekranasda atau car free day.
Kedengarannya sederhana, tapi faktanya :
-
Modal usaha dari mana?
-
Akses pasar siapa yang menjamin?
-
Persaingan dengan produk pabrikan bagaimana diatasi?
Apakah benar menjual roti rumahan di car free day cukup untuk menopang ekonomi keluarga? Atau hanya jadi kegiatan sambilan tanpa dampak signifikan?
Kalau Pemkab serius, seharusnya ada skema dukungan terstruktur, kredit lunak, subsidi modal, jaringan pemasaran, sampai proteksi bagi UMKM perempuan dari serbuan produk luar.
Pertanian Organik, Ideal tapi Mahal
Bupati juga mengajak Fatayat yang punya sawah beralih ke pertanian organik. Alasannya mulia, ramah lingkungan, sehat, investasi untuk anak cucu. Tapi pertanyaan logisnya :
-
Apakah petani perempuan sudah siap biaya tinggi dan risiko gagal panen?
-
Apakah Pemkab siap memberi subsidi pupuk organik, akses pasar premium, dan jaminan harga?
Kalau tidak, pertanian organik hanya akan jadi jargon manis. Sementara petani perempuan di Cepu Raya dan Blora masih pusing menutup ongkos produksi konvensional yang saja sudah berat.
Peran Fatayat, Penopang atau Pemanis?
Fatayat NU disebut sebagai “mitra strategis”. Tapi tanpa akses politik dan anggaran nyata, jangan-jangan peran mereka hanya jadi pemanis panggung kekuasaan. Diberi pesan, dipuji, lalu ditinggal.
Fatayat mestinya berani bersuara, menagih kebijakan yang nyata bagi perempuan dan keluarga—bukan sekadar menerima titipan program pelatihan seadanya.
Tajuk Editorial, Jangan Reduksi Perempuan jadi Simbol Seremonial
Kalau Bupati sungguh-sungguh ingin menjadikan Fatayat sebagai mitra strategis, seharusnya ada :
-
Transparansi program, berapa dana yang dialokasikan untuk isu perempuan dan anak.
-
Kebijakan konkret, perlindungan hukum bagi korban kekerasan, lapangan kerja riil untuk ibu muda, bukan sekadar “pelatihan membuat roti”.
-
Aspirasi dua arah, Fatayat bukan hanya “penerima pesan” tapi juga pemberi masukan kebijakan.
Tanpa itu semua, amanat pemberdayaan perempuan hanya jadi slogan politik yang menguap setelah acara pelantikan.
