Harmonis, ASN Sebagai Miniatur Kebinekaan

 

ASN lintas agama dan suku berfoto bersama setelah kegiatan gotong royong di kantor pelayanan publik

Indonesia besar bukan karena satu warna, tapi karena keberanian merawat banyak warna.
Dan di antara institusi yang berdiri di atas keberagaman itu, ASN adalah miniatur paling nyata dari kebinekaan bangsa.
Nilai “Harmonis” dalam BerAKHLAK bukan sekadar anjuran agar pegawai “rukun di kantor,”
melainkan panggilan agar aparatur negara menjadi penjaga peradaban yang saling menghargai.


Merawat Harmoni

Setiap kantor pemerintahan di negeri ini adalah mozaik kecil Indonesia.
Ada yang berasal dari ujung barat, ada dari pulau seberang, ada yang logatnya medok, ada pula yang lembut seperti nada Melayu.
Semua berseragam sama, berdiri di bawah lambang Garuda, dan mengucap sumpah yang sama, yaitu melayani seluruh rakyat tanpa membeda-bedakan.

Namun harmoni bukanlah kondisi alami — harmoni harus dirawat dengan kesadaran.
Bukan sekadar tidak bertengkar, tapi berusaha memahami bahwa perbedaan adalah bahan bakar bagi kemajuan.

“ASN itu ibarat simpul-simpul tenun kebangsaan. Kalau simpulnya kuat dan saling terkait, maka kain Indonesia akan tetap utuh,”
ujar seorang tokoh senior birokrasi di Jawa Tengah dalam sebuah forum etika pelayanan publik.


Dari Toleransi ke Solidaritas

Selama ini, kata “toleransi” sering berhenti pada batas kesopanan, asal tidak mengganggu, berarti sudah cukup.
Padahal ASN dituntut lebih — bukan hanya menoleransi, tapi bersolidaritas.

Solidaritas berarti aktif membantu rekan kerja yang berbeda keyakinan tanpa merasa superior;
ikut menjaga ruang kerja agar semua merasa aman;
dan siap berdiri di tengah jika ada yang mencoba memecah harmoni.
Karena ASN bukan sekadar pegawai, tapi wajah negara yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila.


Harmoni dalam Pelayanan Publik

Keberagaman bukan hanya terjadi di ruang kerja ASN, tapi juga pada warga yang mereka layani.
Setiap hari, ASN berhadapan dengan masyarakat dari latar sosial dan keyakinan yang berbeda.
Maka, harmonis bukan cuma urusan internal, tapi juga eksternal — bagaimana ASN bersikap adil, netral, dan empatik kepada siapa pun yang datang ke mejanya.

Harmoni sejati tampak bukan saat upacara bendera, tapi di saat-saat kecil, ketika pegawai Muslim membantu rekan non-Muslim menyusun acara,
ketika ASN di pelosok daerah menyapa warga dengan bahasa lokal,
atau saat semua bahu-membahu menyalurkan bantuan tanpa menanyakan golongan.


Menjaga Harmoni di Tengah Tekanan

Tak bisa dipungkiri, politik dan birokrasi sering bersinggungan.
Di masa-masa tertentu, tekanan politik bisa membuat ASN terpecah secara diam-diam — karena perbedaan pilihan, pandangan, atau loyalitas.
Di sinilah nilai “Harmonis” diuji, mampukah ASN menjaga persaudaraan meski berbeda pandangan?
Mampukah mereka tetap bekerja bersama tanpa curiga satu sama lain?

ASN yang harmonis paham, bahwa perbedaan politik hanyalah alat demokrasi,
sedangkan persaudaraan adalah fondasi republik.


Harmonis Adalah Jalan Sunyi Pengabdian

Hidup harmonis memang tidak selalu mudah.
Ia butuh kesabaran, kelapangan dada, dan kemampuan menahan ego.
Namun ASN yang menjaga harmoni sejatinya sedang menjaga keutuhan bangsa dari dalam.

“Indonesia tidak runtuh karena perbedaan, tapi karena kita lupa cara saling menghargai,”
begitu kata seorang guru ASN di Cepu, yang tiap tahun sengaja mengajak muridnya mengenal adat dari daerah lain.


Berbeda-beda Tapi Tetap Satu

Menjadi harmonis bukan berarti sama, melainkan berani berbeda tapi tetap bersatu.
ASN yang harmonis tahu, bahwa melayani bangsa berarti juga melayani perbedaan.
Karena negara ini tidak dibangun oleh satu golongan saja,
melainkan oleh keberanian berjuta tangan untuk saling menggenggam.

Dan di tangan ASN yang harmonis, Indonesia akan selalu menemukan wajahnya yang ramah, teduh, dan manusiawi.