H. Abdullah Aminudin Dorong Pesantren Jadi Pusat Industri dan Pendidikan Masa Depan
Politikus, santri yang juga anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah, H. Abdullah Aminudin, mengajak kalangan pesantren untuk melangkah lebih jauh: tidak hanya mencetak ahli agama, tapi juga membangun kemandirian ekonomi. Ia ingin pesantren menjadi pusat industri yang dikelola oleh para santri sendiri.
Mengenang Spirit Resolusi Jihad
Dalam sarasehan Gerakan Pemuda Ansor Pimpinan Anak Cabang (PAC) Cepu yang digelar di pendapa Kecamatan Cepu, Sabtu (25/10/2025), ribuan kader Ansor dan santri dari Cepu, Kedungtuban, dan Sambong berkumpul untuk mengenang spirit Resolusi Jihad serta membahas tantangan santri di masa depan.
Di antara narasumber, perhatian peserta banyak tertuju pada sosok H. Abdullah Aminudin—politikus PKB yang dikenal dekat dengan kalangan pesantren. Dalam paparannya, ia menegaskan bahwa pola pendidikan pesantren tradisional seperti sorogan dan hafalan kitab kuning masih relevan, bahkan lebih praktis dibanding sistem pendidikan modern di banyak negara.
“Ketika saya berkunjung ke Jepang dan Cina, semuanya serba digital dan robotik. Tapi nilai kedisiplinan dan kesungguhan belajar di pesantren kita justru tidak kalah maju. Yang perlu ditambah hanya penguasaan teknologi dan keterampilan usaha,” ujar Mas Amin.
Potensi Jadi Pusat Industri Berbasisi Kemandirian Santri
Politikus yang akrab disapa Mas Amin ini menilai bahwa pondok pesantren memiliki potensi besar untuk menjadi pusat industri berbasis kemandirian santri. Ia mencontohkan ide sederhana tapi visioner:
“Kebutuhan seperti sabun bisa diproduksi oleh Pondok A dan Pondok B harus mau menggunakannya. Termasuk pesantren bisa memproduksi pembalut wanita yang sesuai standar kesehatan dan kaidah fikih,” katanya.
Sebagai anggota DPRD Provinsi, ia pun menyatakan kesiapannya memfasilitasi kolaborasi antarpondok pesantren dalam membangun jejaring ekonomi mandiri. Tujuannya, agar pesantren tak hanya mencetak ulama, tetapi juga mampu menopang kemandirian bangsa lewat industri halal berbasis pesantren.
Ingatkan Generazi Z Tidak Tinggalkan Nilai Pesantren
Mas Amin juga mengingatkan para santri, khususnya generasi Z, agar tidak meninggalkan akar nilai pesantren ketika belajar dan bekerja di luar dunia keagamaan. “Santri itu tidak anti kemajuan. Justru mereka yang seharusnya memimpin perubahan dengan tetap menjaga adab dan sanad keilmuan,” ujarnya menegaskan.
Sebagai penutup, Mas Amin menyinggung garis perjuangan keluarganya yang sarat napas pesantren dan politik. Dari kakak iparnya H. Syahid Effendi (Wakil Ketua DPRD Blora 1971–1999), kakak kandungnya H. Abdul Ghoni (Wakil Ketua DPRD Blora 1999–2004), hingga dua keponakannya, Labib Hilmi (almarhum) dan Ahmad Fahiem Mulabbi alias Gus Fahiem (Anggota DPRD Blora 2024–sekarang) — semuanya tumbuh dari tradisi pesantren yang sama.
Tentang Resolusi Jihad 22 Oktober 1945
Sarasehan tersebut juga menjadi ajang refleksi atas Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, saat para ulama Nahdlatul Ulama di bawah pimpinan KH. Hasyim Asy’ari menyerukan kewajiban membela tanah air melawan penjajah. Spirit perjuangan itu kini dihidupkan kembali dalam bentuk “Jihad Kemandirian”, sebagaimana disampaikan Mas Amin—jihad membangun ekonomi umat melalui pesantren.
.jpg)