Dari Dapur Blora Menyala, Indonesia Belajar tentang Kedaulatan Baru

 

Ebook dari Blora untuk Indonesia melalui Program MBG Inspirasi dari seorang Edy Wuryanto

Sebuah Buku dari Blora yang Membuka Mata

Ketika banyak daerah sibuk mengejar proyek-proyek besar dengan jargon investasi dan digitalisasi, Blora justru menawarkan hal yang lebih membumi — sebuah revolusi diam-diam yang dimulai dari dapur.
Buku “Dari Blora untuk Indonesia” hadir sebagai refleksi panjang tentang bagaimana gerakan sosial, pangan bergizi, dan kedaulatan ekonomi bisa bertemu dalam satu ruang, food tray dapur MBG.

Terinspirasi dari kunjungan kerja Edy Wuryanto, anggota Komisi IX DPR RI yang dikenal gigih memperjuangkan program Makanan Bergizi Gratis untuk Balita, Ibu Hamil, dan Menyusui, buku ini tidak hanya mengutip pidato atau laporan, tapi mengolahnya menjadi kisah kolektif — kisah tentang rakyat kecil yang mengubah dapur menjadi ladang, dan ladang menjadi masa depan.


Lebih dari Sekadar Program, Ini Gerakan Sosial

Penulisnya — yang juga dikenal lewat berbagai tulisan reflektif tentang sejarah, sosial, dan kehidupan pedesaan Blora — mencoba membaca ulang fenomena MBG bukan sekadar sebagai program pemerintah.
Ia menafsirkan MBG sebagai roh baru dalam kedaulatan lokal, bahwa pangan, ekonomi, dan martabat bisa tumbuh jika masyarakat diberi ruang untuk mengelola sendiri rantai kehidupannya.

Dalam buku ini, dapur bukan lagi sekadar tempat memasak, tapi laboratorium sosial yang membentuk kesadaran baru.
Bahwa ketika bahan baku dipasok oleh petani lokal, ketika telur berasal dari ayam Blora, pisang tumbuh di kebun rakyat, dan lele dipelihara di kolam desa — maka yang tumbuh bukan cuma gizi, tapi harga diri.


Edy Wuryanto dan Konsep Kedaulatan yang Menyala

Dalam banyak kesempatan, Edy Wuryanto menegaskan pentingnya ekosistem pangan lokal.
Ia memperingatkan agar Blora tidak kehilangan potensi ekonominya karena bahan baku dapur MBG justru diambil dari luar daerah.
Menurut perhitungannya, nilai rantai pasok MBG di Blora bisa mencapai Rp525 miliar per tahun — angka fantastis jika seluruhnya berputar di dalam ekonomi lokal.

Lewat narasi yang tajam namun penuh empati, buku ini menafsirkan gagasan Edy Wur sebagai seruan untuk membangun kemandirian dari bawah.
Bahwa inflasi bukan sekadar urusan moneter, tapi juga soal bagaimana telur, pisang, dan lele bisa tumbuh di tanah sendiri.


Pemberdayaan dari Dapur ke Ladang

Buku ini juga menyinggung pernyataan Menteri Pertanian Amran Sulaiman tentang kebijakan penurunan harga pupuk hingga 20 persen dan ancaman keras bagi distributor yang melanggar.
Kebijakan itu menjadi momen penting untuk mengaitkan kembali dunia pertanian dengan dapur MBG — sebab di sanalah benang merah pemberdayaan rakyat kecil bisa dijahit dengan sempurna.

Melalui rangkaian bab “Dapur Mengepul, Petani Ngumpul” dan “Ladang Bicara, Ekonomi Menyala”, penulis menegaskan bahwa dapur dan ladang bukan dua ruang terpisah.
Keduanya adalah simpul kehidupan, tempat rakyat Blora membangun sistem ekonomi yang adil tanpa harus menunggu investor besar datang.


Blora Menyala, Indonesia Belajar

Bab penutup buku ini, “Dari Blora untuk Indonesia”, menjadi semacam manifesto sosial yang lembut namun membara.
Ia menyerukan agar bangsa ini belajar dari pinggiran — dari wilayah yang selama ini dianggap sepi, tapi ternyata menyimpan energi luar biasa.

Blora digambarkan sebagai bayang-bayang Jawa yang menolak redup.
Ia tidak bersuara lewat kemegahan, melainkan lewat kesederhanaan yang menyehatkan, dari nasi yang ditanak di dapur rakyat, dari telur hasil ternak lokal, dan dari tangan-tangan ibu yang mengolah cinta menjadi kekuatan bangsa.

“Dari rakyat kecil lahir ide besar.
Dari tanah yang keras tumbuh tekad yang lembut.
Dari Blora, lahirlah resep untuk Indonesia.”
— kutipan dari Bab V e-book Dari Blora untuk Indonesia


Untuk Siapa Buku Ini Ditulis?

E-book ini bukan hanya untuk kalangan akademisi, pejabat, atau aktivis sosial.
Ia ditulis untuk siapa saja yang masih percaya bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal-hal kecil — dari wajan di dapur, dari benih di tanah, dari keyakinan bahwa bangsa ini bisa berdiri di atas kaki sendiri.

Bahasanya mengalir, kadang puitis, kadang tajam, tapi selalu berpijak pada realitas sosial.
Membacanya seperti menonton film dokumenter yang hidup, di mana suara rakyat Blora bergema di setiap paragraf.


Cara Mengakses Buku

E-book Dari Blora untuk Indonesia dapat diakses gratis dalam format PDF melalui link berikut :

https://drive.google.com/file/d/1XmrVLTPSXzNTY3894UZsEfyPyaUzrfXF/view?usp=drive_link



Buku ini menjadi bagian dari upaya redaksi untuk mendokumentasikan gerakan sosial, ekonomi rakyat, dan narasi-narasi lokal yang sering luput dari radar nasional.

Dengan membaca buku ini, kita diajak bukan hanya untuk memahami Blora, tapi untuk melihat Indonesia dari Blora — sebuah cermin kecil yang jujur tentang masa depan kedaulatan bangsa.


Dari Blora, Cahaya Itu Menyala

Di tengah hiruk-pikuk politik nasional yang sering lupa arah, suara Blora mengingatkan kita,
Bahwa republik ini berdiri di atas dapur rakyat, di atas ladang yang digarap petani, dan di atas solidaritas yang tidak bisa dibeli oleh uang.

Selama masih ada dapur yang mengepul di Blora, selama ada petani yang menanam dengan harapan, selama ada ibu yang menanak nasi untuk anak-anaknya, maka selama itu pula Indonesia tidak akan pernah kelaparan—baik jasmani maupun nuraninya.


🔥 E-book ini bukan sekadar bacaan, tapi ajakan.
Ajakan untuk menanam kembali nilai-nilai yang lama hilang, kerja, kebersamaan, dan cinta pada tanah sendiri.
Sebab sebagaimana Blora mengajarkan — kedaulatan bukan dibangun di atas meja rapat, tapi di atas food tray rakyat.