Plakat Halal di Pasar Sido Makmur Blora, Jaminan atau Sekadar Seremoni?
Dinas Pangan, Pertanian, Peternakan, dan Perikanan (DP4) Kabupaten Blora pada Kamis (4/9/2025) memasang plakat akrilik halal dan menyerahkan sertifikat kepada sembilan pedagang daging sapi di Pasar Sido Makmur Blora. Kepala DP4, Ngaliman, SP., MMA., menyebut langkah ini sebagai jaminan halal bagi konsumen karena sapi disembelih di Rumah Potong Hewan (RPH) Blora yang sudah ber-NKV (Nomor Kontrol Veteriner) serta tersertifikasi halal.
Kabag Perekonomian dan SDA Setda Blora, Puji Ariyanto, menambahkan, mayoritas warga Blora adalah Muslim, sehingga adanya sertifikat halal memberi rasa tenang. Pedagang dan konsumen yang diwawancarai pun menyambut positif kebijakan tersebut.
Kritik dan Analisis
Plakat Halal, Jaminan atau Formalitas?
Pertanyaan utama yang muncul, apakah plakat halal DP4 Blora setara dengan sertifikat halal resmi BPJPH atau MUI?
-
Sertifikat halal nasional punya proses ketat seperti audit, pemeriksaan, hingga fatwa.
-
Plakat DP4 lebih mirip “sertifikasi internal lokal” yang bisa menimbulkan salah tafsir di mata konsumen.
NKV Bukan Sertifikat Halal
NKV hanya menjamin higienitas dan keamanan pangan, bukan otomatis halal. Mengklaim “RPH ber-NKV berarti halal” berisiko misleading karena kesehatan hewan ≠ syariat Islam.
Selektif, Hanya Sembilan Pedagang
Plakat halal baru diberikan pada sembilan pedagang. Puluhan pedagang lain bagaimana? Apakah otomatis dianggap tidak halal? Seleksi seperti ini bisa menciptakan stigma dan kebingungan di pasar.
Seremoni Birokrasi Tanpa Data
Liputan berita terasa seperti press release. Kutipan pejabat normatif, “halal, higienis, menenangkan konsumen.”
-
Tidak ada data berapa jumlah sapi disembelih di RPH Blora setiap hari.
-
Tidak ada penjelasan soal distribusi daging dari luar daerah.
-
Tidak ada keterangan apakah semua pedagang akan dapat plakat.
Dimensi Ekonomi Terabaikan
Bagi pedagang kecil, yang penting bukan plakat, melainkan harga beli dan daya saing. Konsumen pun lebih melihat harga dan kualitas fisik daging ketimbang sertifikat akrilik di kios.
Halal yang Direduksi
Halal bukan sekadar penyembelihan di RPH, tapi rantai panjang, seperti pakan, distribusi, penyimpanan, hingga peralatan pemotong. Jika ini tidak diawasi, plakat halal hanyalah kosmetik birokrasi.
Perspektif Sosial dan Budaya
Labelisasi ala Birokrasi
Program plakat halal adalah bentuk labelisasi. Cepat, instan, mudah difoto untuk pemberitaan, tapi belum menyentuh akar persoalan. Masyarakat memang butuh kepastian halal, namun label akrilik bukan jawaban utama.
Kepercayaan Dibangun dengan Transparansi
Yang lebih dibutuhkan konsumen Blora adalah transparansi dan pengawasan konsisten. Apakah seluruh pedagang diawasi? Bagaimana proses penyembelihan di RPH? Apakah distribusi daging bebas dari campuran impor atau sumber liar?
Belajar dari Sistem Modern
Beberapa daerah sudah menerapkan traceability system dengan QR code, konsumen bisa melacak asal-usul daging dari peternakan hingga kios. Blora bisa mencontoh, bukan hanya menempelkan plakat.
Hipotesa
Pemasangan plakat halal di Pasar Sido Makmur Blora adalah langkah kecil yang patut diapresiasi, tapi jangan berhenti di sini. Pemerintah daerah perlu melibatkan BPJPH, memperluas pengawasan ke seluruh pedagang, serta memberi edukasi konsumen.
Karena pada akhirnya, halal bukan sekadar label akrilik, melainkan tentang kepercayaan, keadilan, dan rasa aman dalam konsumsi masyarakat Blora.
