Potret Ekonomi Cepu Raya antara Minyak, Kayu Jati, dan UMKM Kreatif

Pekerja sumur minyak tua Cepu dan pengrajin kayu jati Blora

Ekonomi Cepu Raya tidak pernah bisa dilepaskan dari minyak yang jadi ciri khas sejak zaman kolonial, kayu jati yang tumbuh subur di hutan Blora, dan UMKM kreatif yang makin semarak di era digital. Ketiga sektor ini saling melengkapi, membentuk wajah ekonomi Cepu Raya yang kaya warna, namun juga menghadapi banyak tantangan.


Minyak Sebagai Identitas Cepu Raya

Cepu mulai dikenal luas ketika Belanda mengeksplorasi minyak bumi di kawasan ini pada akhir abad ke-19. Tahun 1893 sumur pertama dibor di Ledok, kemudian menyebar ke Wonocolo, Ngroto, dan beberapa titik lain. Dari sinilah Cepu mendapat julukan “kota minyak”.

Hingga sekarang, sumur minyak tua Wonocolo masih menjadi daya tarik. Proses pengeboran manual dengan katrol kayu, drum besi, dan kuda pengangkut minyak masih dipertahankan. Tidak hanya menghasilkan minyak mentah, sumur tua ini juga jadi destinasi wisata edukasi.

Dampak minyak bagi ekonomi Cepu Raya sangat besar. Data BPS 2023 mencatat, sektor pertambangan dan migas menyumbang sekitar 21,84 persen PDRB Blora, sementara pertambangan dan penggalian secara keseluruhan mencapai 23,47 persen PDRB. Ini artinya, hampir seperempat roda ekonomi Blora berputar karena sektor ini.

Namun, ketergantungan ini juga berisiko. Produksi minyak dari sumur tua di Cepu hanya sekitar 195 barel per hari, atau sekitar 11,2 juta liter per tahun. Angka ini jauh lebih kecil dibanding masa jayanya. Cadangan minyak juga makin menipis, sementara kebijakan pusat kerap membatasi ruang gerak pengelolaan lokal.

Bagi masyarakat Cepu Raya, minyak adalah anugerah sekaligus tantangan. Ia memberi penghasilan, tapi juga menimbulkan dilema, bagaimana agar ekonomi tidak hanya bertumpu pada sektor ini.


Kayu Jati Sebagai Harta Blora

Jika minyak adalah identitas Cepu, maka kayu jati adalah harta sejati Blora. Wilayah Blora memiliki luas hutan jati yang sangat dominan, hampir 50 persen wilayah kabupaten ditutupi hutan jati Perhutani. Kayu jati dari Blora dikenal berkualitas tinggi, kuat, tahan lama, dan jadi incaran pasar ekspor.

Sejak lama, kayu jati menopang ekonomi masyarakat. Banyak keluarga bekerja sebagai penebang, pengrajin, tukang kayu, hingga pedagang mebel. Desa-desa di sekitar Cepu dan Randublatung terkenal dengan industri rumah tangga mebel jati, menghasilkan kursi, meja, almari, hingga rumah joglo.

Namun, di balik kejayaan kayu jati ada juga cerita kelam. Isu illegal logging, konflik antara masyarakat dan Perhutani, serta degradasi hutan masih menjadi persoalan klasik. Di satu sisi, kayu jati jadi sumber penghidupan, di sisi lain ada kebutuhan menjaga kelestarian.


UMKM Kreatif Sebagai Jalan Baru

Di tengah dominasi minyak dan jati, UMKM muncul sebagai harapan baru. Data 2024 menyebutkan, jumlah UMKM yang terdaftar di Blora mencapai 48.363 unit, mayoritas bergerak di bidang perdagangan, kuliner, dan kerajinan. Cepu Raya menjadi salah satu pusat perkembangan UMKM di Blora.

Contoh yang menarik adalah munculnya batik Cepu dengan motif minyak dan jati. Produk ini bukan hanya busana, tapi juga identitas. Dari sisi kuliner, sate sapi Cepu dan sego kobong sudah mulai dipasarkan ke luar daerah lewat online. Generasi muda juga mulai mengembangkan produk digital, desain grafis, hingga konten kreator yang berbasis kearifan lokal.

Upaya penguatan UMKM makin terasa. Tahun 2024, HIPMI Blora mengadakan UMKM Award yang menjaring 138 pelaku usaha, dan memilih 10 finalis terbaik. Tiga di antaranya mendapat modal tambahan, akses pasar, dan pendampingan.

Selain itu, pemerintah daerah juga mengembangkan sistem digital seperti SIG UMKM berbasis geoJSON agar produk bisa lebih mudah dipantau dan dipasarkan. Langkah ini menunjukkan bahwa UMKM Blora mulai menapaki era baru, bukan hanya jualan offline di pasar, tapi juga merambah e-commerce.


Gambaran Ekonomi Makro Blora

Untuk memahami posisi Cepu Raya, kita bisa melihat data ekonomi Kabupaten Blora secara keseluruhan. Tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Blora mencapai 3,10 persen. Angka ini relatif rendah dibanding rata-rata Jawa Tengah, namun cukup stabil mengingat tantangan pasca-pandemi.

Kontribusi terbesar berasal dari:

  • Pertambangan dan penggalian, 23,47 persen

  • Pertanian, kehutanan, dan perikanan, sekitar 20 persen

  • Perdagangan besar dan eceran, sekitar 13 persen

Sedangkan rata-rata pengeluaran per kapita masyarakat Blora per bulan pada 2024 adalah Rp1,18 juta, naik sekitar 7,9 persen dari tahun sebelumnya. Data ini menunjukkan bahwa ada peningkatan daya beli masyarakat, meskipun tidak merata.


Tantangan dan Harapan Ekonomi Cepu Raya

Cepu Raya punya potensi besar, tapi juga tantangan berat. Minyak makin terbatas, kayu jati butuh kelestarian, dan UMKM perlu dukungan serius. Tanpa inovasi, ekonomi bisa stagnan.

Namun, jika tiga pilar ini bisa disinergikan, masa depan Cepu Raya akan lebih cerah. Minyak tetap dijaga sebagai identitas, kayu jati dikelola berkelanjutan, sementara UMKM kreatif diberi ruang untuk berkembang. Dengan begitu, Cepu Raya tidak hanya dikenal sebagai kota minyak, tapi juga sebagai pusat inovasi ekonomi berbasis lokal.


Hipotesis

Potret ekonomi Cepu Raya adalah kisah panjang tentang warisan, perjuangan, dan harapan. Dari minyak peninggalan kolonial, hutan jati yang legendaris, hingga UMKM kreatif yang lahir dari tangan generasi muda.

Kini saatnya generasi muda Cepu Raya mengambil peran lebih besar. Bukan hanya menjaga warisan, tapi juga menciptakan masa depan ekonomi yang tangguh, berkelanjutan, dan membanggakan.